Oleh : SUPARMIN SINUANG RAHARDJO
Banyumas – Ketergantungan masyarakat terhadap kompor elpiji sangat tinggi. Tak pelak, ketika terjadi kelangkaan pasokan elpiji hal itu menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat. Barangkali hal itu tidak terjadi jika masyarakat telah memakai kompor yang ditemukan Suparmin Sinuang Rahardjo (48), warga Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah.
Kompor penemuan Suparmin itu juga tidak akan terpengaruh meski terjadi kelangkaan minyak tanah. Bahkan, sebaliknya, kompor tersebut mampu menurunkan konsumsi minyak tanah.
Aneh memang, kompor “ajaib” yang ditemukan Suparmin justru bergantung pada air. Kenapa? Karena kompor itu sebagian besar bahan bakarnya memang dari air, meski masih membutuhkan minyak tanah. Tetapi jumlahnya sangat sedikit. Itulah kelebihan kompor yang ditemukan Suparmin. Warga Kalibagor itu memang menemukan kompor yang lain daripada yang lain. Bahkan di kolong dunia ini belum ada kreasi semacam itu, sehingga dia memperoleh hak paten atas penemuannya tersebut.
Bayangkan saja, untuk menyalakan kompor hanya membutuhkan listrik, air, dan minyak tanah dengan jumlah sangat sedikit. Perbandingan antara air dengan minyak tanah adalah 1:10. Jika airnya 5 liter misalnya, kebutuhan minyak tanah hanya 0,5 liter. Sangat irit bukan?
Penemuan itu tidak datang begitu saja. Membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa menciptakan kompor berbahan bakar air tersebut. Suparmin memulainya sejak tahun 2003, baru tahun 2006 mulai menemukan hasilnya. Tahun 2007 sekarang, kompor tersebut sudah semakin baik, meski belum sempurna bentuknya. Tetapi secara prinsip, kompor itu betul-betul telah mampu dioperasikan.
Ketika SH berkunjung ke rumahnya, Suparmin dengan cekatan mampu membuktikannya. Kompor tersebut bentuknya hampir sama dengan kompor elpiji. Bentuknya lebih tebal. Tidak ada tabung seperti halnya tabung elpiji. Hanya ada kabel dari kompor tersebut yang dialirkan pada arus listrik. Selain itu, bahan bakarnya yakni air dan minyak tanah dimasukkan dalam tabung yang bersatu dengan kompor.
Cara kerjanya pun sangat sederhana. Mula-mula, kabel dari kompor dialiri listrik. Aliran listrik itu digunakan untuk memanaskan air yang menjadi bahan bakar tersebut, serta untuk memantik “korek api” elektrik yang ada dalam komponen kompor. Setelah beberapa saat, akan terdengar suara air mendidih. Kemudian, dia menyalakan kompor seperti halnya kompor elpiji. Nyala apinya juga sama persis dengan elpiji (biru), bahkan tidak membuat kehitaman (jelaga) panci atau alat masak lainnya.
Prinsipnya, kata Suparmin, sebetulnya sangat sederhana. Aliran listrik tersebut masuk dalam pemanas yang kemudian membuat air yang menjadi bahan bakar itu mendidih. Dalam kondisi mendidih, air menghasilkan uap yang bercampur dengan minyak tanah. Bersamaan dengan itu, pemantik dihidupkan dan menghasilkan api yang berwarna biru. “Jika kompor dipakai sejak awal, pemanasannya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit. Setelah kelihatan menganga pada “korek” elektriknya maka saklar dinyalakan dan api langsung menyala. Awalnya, aliran listrik membutuhkan daya sekitar 100 watt. Namun jika telah menyala, kebutuhan listrik hanya tinggal 5 watt saja. Kalau kompor akan terus dipakai, sebaiknya aliran listrik jangan diputus. Sebab kalau diputus itu berarti membutuhkan waktu untuk pemanasan lagi,” katanya.
Menurutnya, adanya kompor ini akan sangat membantu masyarakat yang kesulitan membeli gas elpiji atau minyak tanah karena harganya semakin mahal. Penemuan ini, kata Suparmin, memang tidak bisa disampaikan secara detail kinerjanya, karena menyangkut hak cipta. “Yang pasti, dengan adanya penemuan kompor ini, setidaknya masyarakat akan tahu bahwa kompor tidak selamanya berbahan bakar minyak atau elpiji atau listrik. Tetapi juga dapat berbahan bakar air,” tandas Suparmin.
Sumber: Harian Sinar Harapan, 14 April 2007.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar